Jumat, 22 Oktober 2010


         Pasar Global, tentu saja timbul dari kemajuan zaman yang merubah tingkat globalisasi yang ada menjadi lebih tinggi. Pasar global akan selalu dikaitkan dengan Perdagangan bebas yang lebih dikenal dengan Pasar Bebas sudah merambah masuk di berbagai Negara termasuk Indonesia. Hal ini mendatangkan tanda tanya besar tentang bagaimana kelangsungan usaha kecil, menengah dan tentu saja koperasi dapat bertahan. Selain itu juga menimbulkan banyak pro dan kontrak dari berbagai pihak. Banjirnya produk-produk dari luar membuat sebagian usaha kecil, menengah dan koperasi di Indonesia mulai gulung tikar atas keadaan ini.

           Bagaimana dan kapan Pasar Global merambah Indonesia?? 

           Hal ini dapat dijelaskan secara singkat dengan uraian berikut. Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN–Tiongkok (bahasa Inggris: ASEAN–China Free Trade Area, ACFTA), adalah suatu kawasan perdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN dan Tiongkok (Cina). Kerangka kerjasama kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh, Cambodia, 4 November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan kawasan perdagangan bebas pada tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010.

          Setelah pembentukannya ini ia menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar sedunia dalam ukuran jumlah penduduk dan ketiga terbesar dalam ukuran volume perdagangan, setelah Kawasan Perekonomian Eropa dan NAFTA. (Wikipedia.org)

         Kesepuluh anggota ASEAN (termasuk Indonesia) memiliki populasi gabungan 580 juta jiwa dan ekonomi yang melebihi India. Indonesia menyumbang lebih dari 40 persen dari populasi gabungan, dan suara-suara yang menentang dari negara ini banyak disuarakan. (Wikipedia.org)

Republik Rakyat Cina

          Usulan pembentukan kawasan ini dicetuskan Cina pada bulan November 2000. Pada saat itu Cina memprediksi akan menggeser Amerika Serikat pada posisi mitra dagang utama ketiga ASEAN, setelah Jepang dan Uni Eropa. Pada rentang waktu antara 2003 dan 2008, volume perdagangannya dengan ASEAN tumbuh dari US$59.6 milyar menjadi US$192.5 milyar. Cina juga diprediksi menjadi negara eksporter dunia terbesar pada tahun 2010. (Wikipedia.org)

           Pengaruh apa yang terjadi pada Koperasi Indonesia??

         Kegiatan koperasi yang menjual sembako dengan harga miring mungkin tidak terlalu berpengaruh dengan adanya Pasar Global. Namun hal sebaliknya timbul bila kegiatan koperasinya adalah menjual barang-barang perlengkapan rumah tangga. Karena yang mendominasi kegiatan Pasar Global adalah penjualan perlengkapan rumah tangga, mainan, barang elektronik dan pakaian.

           Bagaimana dan siapa yang mendominasi Pasar Global??

          Harga jual barang-barang dalam Pasar Global relative lebih murah, selain karena Negara penghasil barang tersebut berani bermain harga dan bea masuk yang hanya maksimal 5% Jadi, barang impor dari luar negeri bebas tanpa tarif  yang tinggi. Dan yang mendominasi paling tinggi tentu saja produk dengan label Made In China. (Ref. Aguswibisono.com dan Berita.liputan6.com)

Bagaimana Koperasi menghadapi Pasar Global??
Harga yang lebih murah dengan pilihan yang beragam, menjadi daya tarik bagi konsumen di Indonesia. Namun kualitas tentu lebih baik produk dalam negeri. Harga yang relatif mahal membuat konsumen beralih ke produk China.

        Tidak banyak konsumen yang mempertimbangkan kualitas, karena bagi mereka yang utama adalah harga produk murah. Usaha lokal mampu bersaing tentang kualitas namun untuk bersaing tentang harga ini masih menjadi dilema, karena bila diperhitungkan dengan semua bahan baku dan upah pegawai mungkin hanya terjadi Break Even Point yang dikenal dengan istilah impas tanpa mendapat untung atau malah rugi.

        Pengembangan kegiatan koperasi padat karya dengan meningkatkan kreatifitas dan kualitas dalam pembuatan produknya tentu akan mampu mempertahankan kelangsungannya. Menggunakan bahan daur ulang tentu akan jadi lebih unik dan menghemat biaya produksi yang tentu saja selama ini menjadi di lema bagi usaha sejenis. Penggunaan bahan daur ulang akan menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

         Selain dengan factor penggantian bahan baku, hal lain yang juga mampu membuat koperasi dan usaha lain dapat bertahan ditengah Pasar Global adalah memberi pemahaman untuk lebih mencintai dan menggunakan produk buatan Negara sendiri. Hal yang satu ini memang sulit untuk diwujudkan, tapi pengertian atas timbal balik positif yang akan diterima oleh diri sendiri, masyarakat lain dan Indonesia itu akan lebih mempermudah prosesnya. Namun semuanya tetap kembali pada selera masyarakat.

Kesimpulan:
         Koperasi dan usaha kecil lain akan tetap mampu bertahan dalam Pasar Global dengan mempertahankan kinerja yang baik dari kegiatan inti koperasi dan memproduksi barang-barang padat karya yang hasilnya akan dijadikan modal untuk kegiatan koperasi selanjutnya. Menjunjung loyalitas pada kegiatan yang akan menguntungkan pihak kita sendiri (Indonesia) juga akan membuat usaha dan produk kita mendominasi kegiatan yang ada dalam Pasar Global.

By. MyBlue158

Rabu, 20 Oktober 2010

Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi adalah upaya untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh. Kondisi perekonomian pada akhir periode 1982/1983 kurang menguntungkan, baik karena faktor eksternal maupun internal. Kemampuan pemerintah untuk menopang dana pembangunan semakin berkurang, untuk itu dilakukan perubahan strategi untuk mendorong peranan swasta agar lebih besar melalui kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan secara bertahap pada sektor keuangan dan perekonomian yang dilakukan oleh pemerintah. Dan Bank Indonesia (BI) tetap berdasarkan Undang - Undang (UU) No. 13/1968 tentang bank sentral dan beberapa pasal dalam UU No. 14/1967 tentang perbankan, akan tetapi dalm pelaksanaannya terjadi perubahan fundamental karena segala kebijakan yang dilaksanakan Bank Indonesia (BI) dilakukan berdasarkan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan pemerintah
Dampak dari over-regulated terhadap perbankan adalah kondisi stagnan dan hilangnya inisiatif perbankan. Hal tersebut mendorong BI melakukan deregulasi perbankan untuk memodernisasi perbankan sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada periode tersebut. Pada 1983, tahap awal deregulasi perbankan


Berikut beberapa paket deregulasi yang dilaksanakan :

1.   Paket Deregulasi 1 Juni 1983 (Pakjun)
Pada tahap awal deregulasi ini, dimulai dengan penghapusan pagu kredit, bank bebas menetapkan
suku bunga kredit, tabungan, dan deposito, serta menghentikan pemberian Kredit Likuiditas Bank
Indonesia (KLBI) kepada semua bank kecuali untuk jenis kredit tertentu yang berkaitan dengan
pengembangan koperasi dan ekspor. Tahap awal deregulasi tersebut berhasil menumbuhkan iklim
persaingan antar bank. Banyak bank, terutama bank swasta, mulai bangkit untuk mengambil
inisiatif dalam menentukan arah perkembangan usahanya. Seiring dengan itu, BI memperkuat
system pengawasan bank yang di antaranya melalui penyusunan dan pemeliharaan blacklist yang
diberi nama resmi Daftar Orang-Orang yang Melakukan Perbuatan Tercela (DOT) di bidang
perbankan. Mereka yang masuk dalam daftar ini tidak boleh lagi berkecimpung dalam dunia
perbankan.

Memasuki periode ini, perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan harus menyesuaikan usahanya dengan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi di bidang ekonomi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan dikeluarkannya kebijakan ini, bank-bank medapatkan kebebasan dalam menentukan besarnya kredit yang diberikan sesuai dengan dana masyarakat yang dapat dihimpun. Disamping itu, kepada bank-bank pemerintah diberi kebebasan menentukan sendiri tingkat suku bunga baik suku bunga dana maupun kredit. Kebijakan tersebut bertujuan agar perbankan
sebanyak mungkin membiayai pemberian kreditnya dengan dana simpanan masyarakat dan mengurangi ketergantungan bank-bank pada KLBI.

Pakjun 1983 belum mengatur perubahan kebijakan kelembagaan dan dorongan perbankan untuk menciptakan produk-produk jasa perbankan baru maupun meningkatkan efisiensi dalam operasi bank. Dalam rangka lebih meningkatkan kemampuan perbankan untuk menghimpun dana masyarakat dan memberikan kredit, perluasan jaringan bank diperlukan. Perluasan jaringan bank tersebut bukan sekadar untuk memperluas wilayah monetisasi kegiatan ekonomi, tetapi juga untuk
memperluas jasa perbankan. Upaya untuk mendorong timbulnya produk-produk baru diperlukan dalam penghimpunan dana dari masyarakat. Di samping itu, persaingan yang sehat di antara bank-bank juga diperlukan sebagai salah satu unsure pendorong peningkatan efisiensi.


2.   Paket Kebijakan 27 Oktober 1988 (Pakto 88)
Di tahun 1988, pemerintah dan Bank Indonesia lebih lanjut dalam deregulasi perbankan dengan
mengeluarkan kebijakan ini (Pakto 88) yang dijadikan titik balik dari berbagai kebijakan penertiban
perbankan 1971–1972. Dengan kebijakan yang terangkum dalam Pakto 1988, kebijakan deregulasi
perbankan berkembang menjadi deregulasi yang sangat luas karena di dalamnya termasuk juga
aspek kelembagaan. Salah satu ketentuan fundamental dalam Pakto 88 adalah perijinan untuk
bank devisa yang hanya mensyaratkan tingkat kesehatan dan aset bank telah mencapai minimal
Rp 100 juta.

Beberapa keunggulan dari kebijakan ini, yaitu :
a.   Mendorong perluasan jaringan keuangan & perbankan ke seluruh wilayah Indonesia serta diversifikasi sarana dana.
b.   Kemudahan pendirian bank-bank swasta baru, pembukaan kantor cabang baru,pemberian ijin penerbitan sertifikat deposito bagi lembaga keuangan bukan bank, perluasan tabungan.
c.       Penurunan likuiditas wajib minimum dari 25% menjadi 2%.
d.      Penyempurnaan Open Market Operation.

Suatu kemudahan yang sebelumnya belum pernah dirasakan oleh dunia perbankan.

Namun demikian, Pakto 88 juga mempunyai efek samping dalam bentuk penyalahgunaan kebebasan dan kemudahan oleh para pengurus bank. Bersamaan dengan kebijakan Pakto 88, BI secara intensif memulai pengembangan bank-bank sekunder seperti bank pasar, bank desa, dan badan kredit desa. Kemudian bank karya desa diubah menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Tujuan pengembangan BPR tersebut adalah untuk memperluas jangkauan bantuan pembiayaan untuk mendorong peningkatan ekonomi, terutama di daerah pedesaan, di samping untuk modernisasi sistem keuangan pedesaan. Pakto dibuat juga untuk mewujudkan tujuan dari Pakjun 83




3.   Paket Kebijakan 19 Januari 1990
Beberapa keunggulannya ialah, sbb :
a.        Peningkatan efisiensi dalam alokasi dana masyarakat kearah kegiatan produktif & peningkatan pengerahan dana masyarakat.
b.       Mengurangi ketergantungan kepada KLBI . Paket ini meliputi kredit kepada KOPERASI, kredit pengadaan pangan & gula, kredit investasi, kredit umum, KUK
c.        Kewajiban bagi bank untuk menyalurkan 25% dananya ke bidang pengembangan usaha kecil & perorangan.


4.   Paket Kebijaksanaan 20 Februari 1991 (Pakfeb)
Memasuki tahun 1990-an, BI mengeluarkan Paket Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan
yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Dengan paket itu, persyaratan
kecukupan modal, kualitas aktiva produktif, produktivitas & efisiensi usaha, likuiditas dan
pengelolaan bank secara keseluruhan diperketat. Demikian pula pemberian kredit kepada pihak
terkait dengan bank maupun debitur grup serta posisi devisa neto juga dibatasi dengan ketat.
Melalui Pakfeb pula masing-masing bank diwajibkan sadar risiko. Untuk itu masingmasing bank
diharuskan menerapkan prinsip-prinsip self regulatory dan self assessment. Patut dicatat bahwa
ternyata perkembangan yang demikian pesat tidak hanya terjadi di perbankan melainkan juga di
lembaga keuangan non-bank. Dalam perkembangannya diketahui bahwa ternyata kedua jenis
lembaga ini acapkali memberikan kredit kepada debitur yang sama dengan persyaratan yang sama
pula.

Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967. Sejak saat itu, terjadi
perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR. UU Perbankan 1992 juga
menetapkan berbagai ketentuan tentang kehati - hatian pengelolaan bank dan pengenaan sanksi
bagi pengurus bank yang melakukan tindakan sengaja yang merugikan bank, seperti tidak
melakukan pencatatan dan pelaporan yang benar, serta pemberian kredit fiktif, dengan ancaman
hukuman pidana. Selain itu, UU Perbankan 1992 juga memberi wewenang yang luas kepada Bank
Indonesia untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap perbankan.

Pada periode 1992-1993, perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya
kredit macet yang menimbulkan beban kerugian pada bank dan berdampak keengganan bank
untuk melakukan ekspansi kredit. BI menetapkan suatu program khusus untuk menangani kredit
macet dan membentuk Forum Kerjasama dari Gubernur BI, Menteri Keuangan, Kehakiman, Jaksa
Agung, Menteri/Ketua Badan Pertahanan Nasional, dan Ketua Badan Penyelesaian Piutang Negara.
Selain kredit macet, yang menjadi penyebab keengganan bank dalam melakukan ekspansi kredit
adalah karena ketatnya ketentuan dalam Pakfeb 1991 yang membebani perbankan.

Beberapa rincian dari Pakfeb ini adalah :
a.    Kelanjutan Pakto 27 1988
b.    Berkaitan dengan ketentuan pengaturan perbankan dengan prinsip prudential
c.     Pengawasan & pembinaan kredit dilakukan dalam rangka mewujudkan sistem perbankan yang sehat & efisien.
d.    Pemisahan antara pemilikan bank & manajemen bank secara professional


5.   Paket Kebijakan 29 Mei 1993 (Pakmei)
Pakmei dikeluarkan untuk melonggarkan ketentuan kehati-hatian yang sebelumnya ditetapkan dalam Pakfeb 1991 Berikutnya, sejak 1994 perekonomian Indonesia mengalami booming economy
dengan sektor properti sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik bagi investor asing. Pakmei 1993 ternyata memberikan hasil pertumbuhan kredit perbankan dalam waktu yang sangat singkat dan melewati tingkat yang dapat memberikan tekanan berat pada upaya pengendalian moneter. Kredit perbankan dalam jumlah besar mengalir deras ke berbagai sektor usaha, terutama properti, meski BI telah berusaha membatasi. Keadaan ekonomi mulai memanas dan inflasi
meningkat.

BI, sejak 1995, mulai memperberat syarat ketentuan untuk menjadi bank devisa, meski langkah tersebut belum bisa menahan laju pertumbuhan perbankan. Pada 1996, sebagai upaya untuk menekan ekspansi kredit perbankan yang dianggap sebagai pemicu memanasnya mesin perekonomian, diterapkan kembali kebijakan moral suasion dengan cara menghimbau bank untuk menekan laju ekspansi kreditnya. Mulai 1997, walaupun ekpansi kredit perbankan mulai dapat ditahan, namun perkembangan usaha perbankan menjadi lebih sulit dikendalikan. Untuk itu, BI telah berencana untuk melikuidasi tujuh bank yang ternyata belum mendapat restu dari pemerintah.



Analisa :

Menurut saya dari berbagai paket kebijakan perderegulasian dan debirokratisasi diatas, saya yakin sepenuhnya telah dijalankan, tetapi saya juga yakin dari semua kebijakan - kebijakan diatas tidak sepenuhnya berjalan dengan baik atau dengan kata lain pasti ada sisi negatifnya, dari penglihatan saya sepertinya hanya didalam Pakto 88 sajalah yang terlihat ada kemajuan dan peningkatan dari semua kebijakan yang telah dikeluarkan terutama dari kebijakan sebelumnya, tetapi sayangnya semua itu hanyalah seperti sebuah wacana saja, karena semua kebijakan tersebut sejauh yang saya tahu, hanya dapat dirasakan oleh berbagai perusahaan dan bank – bank swasta maupun bank – bank yang non-swasta, tetapi tidak dapat dirasakan efeknya bagi rakyat secara keseluruhan ataupun kemakmurannya bagi mereka. Dan juga kebijakan itu semua hanya terjadi dimasa pada saat itu dan mungkin tidak begitu terasa atau terjadi dimasa sekarang. Oleh karena itu, seandainya dimasa Indonesia sekarang, Bank Indonesia janganlah hanya mengeluarkan uang – uang pecahan baru saja, tetapi juga seandainya BI juga melaksanakan kembali kebijakan – kebijakan seperti layaknya Pakto 88, karena dimasa sekarang ini bank – bank sudah banyak, tetapi masih ada saja rakyat yang masih belum maju, seandainya semuanya telah dilaksanakan dengan benar dan rapi tanpa KKN, pasti akan tercium juga wangi kemakmuran dinegeri kita yang tercinta ini.

Referensi :


Senin, 11 Oktober 2010

Gadis Chiiki 2

         Adakah anak Indonesia yang tidak menyukai nasi?? Padahal nasi adalah makanan pokok sebagian besar orang Indonesia, yang katanya ‘Gak aci’ jika tidak makan nasi. Tapi aku bertemu dengan orang yang tidak suka makan nasi, bahkan memilih tidak makan sama sekali dari pada dengan nasi. Ada-ada saja orang ini..

4 Oktober 2009

         Ku terbangun saat suara ayam yang pertama dalam keadaan yang memprihatinkan. Bagaimana tidak? Punggungku sakit semua karena tidur beralaskan tanah yang hanya dilapisi plastic tenda. Hmm.. di ujung tenda ada yang terbangun dan keluar tenda dengan semangat, seperti tidurnya tidak terganggu dengan keadaan ini. Huft.. Dialah gadis chiiki itu.

        Setelah semua bangun, kami semua berolahraga dengan berkeliling desa tempat kegiatan diadakan. Sejauh mata memandang hanya ada sawah dengan gunung-gunung yang menjadi latar belakangnya. Rumah-rumah warga saling berjauhan dan hanya berkumpul pada beberapa titik. Ini pemandangan biasa bagiku yang datang dari desa juga tapi lain halnya dengan seseorang yang kita tahu siapa dia, gadis itu melihat sekeliling dengan pandangan takjub. ‘Norak’ kata itu yang terlontar dari hatiku.

         Semua kembali keperkemahan jam 10 pagi dan disambut aroma masakan sederhana yang telah terjajar dimeja ditengah lapangan. Gadis chiiki yang masih tidak kutahu namanya itu menghambur kelapangan dengan antusias dan mengelilingi meja melihat masakan apa saja yang ada disana, namun dia tidak seperti aku dan yang lainnya yang mengambil piring untuk bersantap ria, dia malah kembali ketenda dan keluar lagi tentu saja dengan chiiki-nya.

         Saat aku bertanya mengapa dia tidak ikut makan padahal kegiatan hari ini masih panjang sebelum pulang, dia hanya menjawab dengan senyum tipisnya lalu berlari menghampiri anak-anak desa yang bermain dipinggir lapangan. Saat yang lain sibuk dengan makanannya, dia sibuk dengan anak-anak desa.

         Kegiatan inti sudah dimulai, kami berkelompok seperti yang telah dibagi di awal pertemuan. Sekarang banyak waktu bagiku untuk bertanya padanya gadis chiiki itu. Mula-mula aku bertanya bagaimana tidurnya semalam dengan keadaan yang ya.. begitulah. Bukannya menjawab dia balik bertanya “Ada lagi?”, dan aku berikan semua pertanyaan yang menggangguku sepagian ini (padahal aku bukan orang yang Curious lho..!!).

        Aku bertanya pula, mengapa dia begitu takjub dengan pemandangan desa ini yang kurasa biasa-biasa saja? Juga mengapa dia tidak ikut makan saat kami semua sarapan dan malah bermain dengan anak desa? Dan aku langsung merasa konyol setelah melontarkan semua pertanyaan bodoh itu,,

       Sungguh, sungguh bodoh aku yang mau tahu tentang dia sampai seperti itu. Harusnya aku sadar bahwa itu sangat tidak penting dan akan mengganggu dirinya. Aku sudah takut dia marah karena dia terdiam beberapa menit sambil menatap mataku tanpa ekspresi apa-apa, tapi saat dia mengalihkan pandangan dia mulai menjawab tanyaku masih tanpa ekspresi.

      “Aku bangun dengan semangat karena aku ingin menyelesaikan kegiatan ini lebih cepat walau waktu tidak dipercepat seperti jam. Aku ingin cepat-cepat pulang kerumah. Sebenarnya aku tidak bisa tidur, tadi malam sangat dingin dan aku tidak bawa kain untk selimut hehehe..” Dia terdiam setelah itu, dan saat aku mulai berbica dia menjawab pertanyaan keduaku. “Aku jarang berpergian untuk berekreasi, apalagi dengan keluargaku. Banyak hal yang asing bagiku termasuk pemandangan desa ini, jadi aku ingin merekam semua hal indah yang aku lihat.” Dia menjawab dengan mata menerawang yang kurasa dia sedang melihat ulang apa yang tadi pagi dia rekam.

       Jawaban atas pertanyaanku yang terakhir sangatlah konyol, jawaban yang yang sangat tidak ku sangka-sangka. “Aku gak doyan nasi, kecuali nasi goreng, nasi dengan ayam goring dan bubur ayam. Sisanya aku tidak ada yang aku suka.” Dia mengakhiri dengan senyum simpulnya, senyum yang rumit untuk ku artikan. Entah karena malu, lucu atau takut. Lebih tak mengerti mengapa dia sepertinya takut saat menjawabnya. Sebelum aku bertanya dia berkata “Tolong jangan anggap aku seperti manusia aneh karena aku tidak suka makan nasi ya.. itu karena aku memang jarang makan nasi dari kecil, jadinya ya seperti ini.” Jadi ini alasannya mengapa ada ekspresi takut tadi.

      Dia berjalan mendahuluiku beberapa meter dan aku tetap dengan langkahku. Saat waktunya kami kembali keperkemahan dia berkata tentang hal yang membuatku terkejut, “Jujurlah tentang apa yang ada dihati dan pikiranmu. Saat kamu merasa mulai egois bayangkan kamu ada diposisi yang terlemah. Ekspresikan apapun yang kamu rasakan selama itu tidak mengganggu hak orang lain, maka kamu tidak akan merasa tertekan berada dilingkungan manapun. Hmm.. Mari kita berkawan!!” tandasnya sambil mengulurkan tangan, tanpa disadari akupun meraih tangannya.

       Menjelang isya saat kami memulai perjalanan kembali kekota domisili kami. Sepanjang perjalanan, gadis chiiki sibuk dengan sisa komik yang belum dibacanya selama kegiatan dan aku memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dengan tidur, hari ini sangat melelahkan. Kami berhenti dikampus tempat kami berkumpul sebelum kegiatan. Semuanya mulai berpamitan satu sama lain sebelum pulang ke habitat masing-masing, begitu juga dengan aku dan gadis chiiki itu.

       Disisi jalan bersama dengan teman-teman baru kami menunggu angkutan menuju rumah masing-masing. Angkutan dengan no D11 datang menghampiri dan gadis chiiki masuk kedalamnya, namun dari jendela angkutan itu dia memanggilku “Asya, namaku Aya. Jangan panggil gadis chiiki lagi ya..!!” dengan senyum lebar yang tulus terpancar dari wajah lelahnya, namun ku balas dengan keheranan, bagaimana dia bisa tahu bahwa selama ini aku menjulukinya gadis chiiki?? Padahal julukan itu hanya kuucapkan dihati.

      Tengah malam ini, aku masih terjaga dengan rangkaian ceritaku hari ini. Ya, kejujuran hati dan pikiran, toleransi, dan ekspresikan rasa. Hmm.. rasanya aku mulai mengerti bagaimana gadis chiiki itu uups.. Aya maksudku bisa melewati hari-harinya dengan ceria.. Terima kasih Aya, ku harap kita bisa bertemu dan lebih berkawan lagi..

Created By : MyBlue158

;;

By :
Free Blog Templates